Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Music

{getBlock} $label={Music} $type={block1}

Indeks Berita

Sosialisasi Nol, Polda NTT Dikritik Hanya Fokus Jerat Korban Endorse Judi Online.

Sabtu, 13 September 2025 | September 13, 2025 WIB Last Updated 2025-09-14T15:10:12Z






Foto/ Advokat Mudah Jefrianus Pati Bean 

KUPANG – Sebuah paradigma penegakan hukum yang timpang dan tidak edukatif disorot keras oleh Advokat PERADI, Jefrianus Pati Bean. Kliennya, seorang perempuan (inisial dilindungi), justru ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus judi online, padahal posisinya adalah korban yang diiming-imingi uang untuk melakukan endorse melalui media sosial.


Yang lebih menyedihkan, Jefri, Sapaan akrabnya, menegaskan bahwa Polda NTT tidak pernah terlihat gencar melakukan sosialisasi pencegahan judi online di lingkungan kampus-kampus atau masyarakat luas. "Yang ada justru penindakan yang bagi saya salah sasaran. Mereka menangkap korban bukannya memburu bandar atau pelaku utama yang menawarkan iming-iming ini," Jefri dalam keterangan persnya, Jumat.


Berdasarkan paparan Penasehat hukum, kliennya yang seorang mahasiswi itu pertama kali dihubungi oleh suatu pihak melalui platform media sosial. Pihak tersebut menawarkan kerja sama endorsement dengan bayaran yang menggiurkan. Konten yang diminta adalah promosi atau ajakan untuk bergabung dengan platform judi online tertentu.


"Saat itu, klien saya tidak menyadari sepenuhnya dampak hukum dari perbuatannya. Ia hanya melihatnya sebagai tawaran kerja sama biasa, iming-iming uang, dan tidak diberikan pemahaman bahwa yang dipromosikan adalah aktivitas ilegal," jelas Jefri


Setelah melakukan endorse dalam beberapa unggahan, perempuan tersebut justru diciduk oleh jajaran Polda NTT dan ditetapkan sebagai tersangka.


Advokat Jefri menyoroti titik kelemahan utama dari penegakan hukum ini: minimnya sosialisasi dan upaya preventif.


"Ini yang saya pertanyakan. Di mana peran Polda NTT sebagai institusi yang seharusnya melindungi masyarakat? Apakah pernah ada sosialisasi masif ke kampus-kampus, ke anak-anak muda yang rentan menjadi target para bandar judi online? Jawabannya mungkin tidak atau sangat minimal. Yang mereka lakukan justru mudah menjerat orang-orang yang sebenarnya adalah korban tipu daya dari modus operandus seperti ini," sindirnya.


Dia menambahkan, penindakan seharusnya difokuskan pada pemburu para bandar, pemilik platform, dan pelaku pencucian uang, bukan pada individu yang dimanfaatkan sebagai 'kaki tangan' tanpa pemahaman hukum yang memadai.


Jefri mendesak Polda NTT untuk:


Mengkaji ulang penetapan tersangka terhadap kliennya dengan mempertimbangkan posisinya sebagai korban, kemudian mengalihkan sumber daya untuk membongkar jaringan judi online yang sebenarnya, bukan menjerat korban dan ‎Segera meluncurkan program sosialisasi dan edukasi yang masif dan berkelanjutan di seluruh lapisan masyarakat, khususnya generasi muda di kampus dan pengguna media sosial aktif, tentang bahaya dan konsekuensi hukum judi online.


"Jangan sampai aparat penegak hukum hanya bekerja di hilir, menunggu ada yang terjebak lalu ditangkapi, tanpa membangun tanggul yang kuat di hulu melalui pendidikan dan pencegahan. Ini adalah bentuk kegagalan fungsi proteksi," pungkas Jefri.